Tuesday, December 19, 2006

Resensi Masa Bahula

kadang saat menanti hujan tandas menunaikan hajatnya, dan menanti istri selesai rapat, di depan komputer, rasa iseng mendera. akhirnya, saya pun isen memasukkan nama di google. dan ajaib, saya menemukan resensi saya yang lama atas buku kamu merah menjarah.

resensi ini lama sekali. dulu sekitar tahun 2000, resensi ini sebagai sebagai kompensasi atas buku gratis yang diberikan oleh beberapa temen yang sedang giat-giatnya membuat penerbitan buku dan dot.com yang mulai mejamur.. saat itu lagi giat-giatnya menulis resensi dan artikel buat tambahan uang bulanan..he..he.. he.. ini dia resensinya:

-----------------
Resensi
Judul Buku : Kaum Merah Menjarah (Aksi Sepihak PKI/BTI di Jawa Timur 1960-1965)
Penulis : Aminuddin Kasdi Penerbit: Jendela, Yogyakarta
Cetakan Pertama: Mei 2001
Tebal: xliii + 389 halaman

Gagalnya Impian Kaum Radikal

BUKU ini bertutur tuntas beragam persoalan aksi sepihak yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Jawa Timur paruh 1960--1965. Berbasiskan petani, program radikal serta konflik digalakkan. Harapannya, aksi ini jadi pematik revolusi sosial di Indonesia. Namun, karena beberapa hal PKI gagal. Yang menarik, desa dan petani, akhirnya jadi ajang pertikaian ideologis.
Semua bermula dengan lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960. Pemerintah meluncurkan undang-undang itu, sebagai upaya mengatasi beragam persoalan tanah juga struktur kepemilikannya di Jawa. Uniknya, diantara daerah lain, Jawa Timur berada pada peringkat tertinggi untuk urusan tanah yang harus di bebaskan. Selain itu, 42,5% penduduknya merupakan lapisan masyarakat yang tak memiliki tanah pertanian atau sawah.
Ironisnya, pelaksanaan UUPA di beberapa tempat di Jawa Timur, berbuntut pada konflik serta keresahan yang meluas. Ternyata, kericuhan itu muncul sebagai imbas dari pertempuran PKI, PNI, serta NU. Pertama, ketiganya berebut masa pendukung. Sebab, dengan prosentase masyarakat yang tinggal di desa, partai melakukan "rural politik". Perhatian pembinaan kader pindah dari kota ke desa. Desa jadi sumber massa pendukung utama. Masalah kedua, ketika PKI melakukan aksi sepihak, dengan menduduki tanah, ternyata, sebagian tanah itu milik anggota NU atau PNI.
Dilibatkannya desa dalam peta politik nasional, mengakibatkan terjadinya persaingan di area pemimpin supradesa. Tujuannya jelas, mencari dukungan suara petani. Itulah penyebab masyarakat desa terbelah dalam berbagai aliran. Selain itu, imbas lain ialah posisi para elit desa serta lurah jadi sangat sentral.
Karena, ialah titik pusat berbagai kegiatan politik. Baik dari segi kekuasaannya untuk menentukan laju arah politik desa, atau kepentingan politik di desa yang dibebankan padanya. Dan dalam kasus pelaksanaan UUPA, lurah jadi ketua landreform tingkat desa. Disinilah perannya makin penting, mendaftar dan melaksanakan penyitaan tanah.
Untuk tingkatan elite tradisional, posisi ini dikuasai kiai yang jelas berafiliasi ke NU. Tak mau kalah, lantas PNI masuk ke desa lewat jalur birokrasi pemerintah. Sedang PKI membuka pintu masuk lewat organisasi yang mencakup segala kelompok kepentingan. Proses politisasi ini juga membuat status elit tradisional makin luntur. Akhirnya, peranan itu membuat warga desa mendapat identitas baru. Namun, menurut Aminuddin Kasdi, kedudukan dan peranannya sebagai patron pun makin kental. Tak heran, jika muncul kooptasi diantara elit tradisional dan lurah. (hal. 89).
Untuk menggaet massa, PKI juga menerapkan strategi lain. Mereka meletakkan kepentingan desa di atas kepentingan kota. Yaitu dengan memberikan tanggapan atas kebutuhan petani, juga meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka.
Apa yang dilakukan PKI telah sedikit merubah tipikal pemimpin tradisional. Sebab seseorang disebut pemimpin jika ia sakti, mandraguna, mukti, serta wibawa. Untuk kriteria ini, kebanyakan kiai, guru, pejabat desa, serta pemimpin tradisional lainnya telah kokoh posisinya. Hingga mereka siap memberikan petunjuk bagi pengikutnya.
Nah, apa yang dilakukan PKI, dengan merekrut kadernya ditingkatan paling bawah dan merubahnya jadi pemimpin. Senjata mereka cuma kecakapan berdebat dan pengetahuan politik. Semuanya didapat dari kursus, rapat, juga pembinaan yang intensif. Hingga tak heran, sejak tahun 1959, kader PKI diwajibkan dalam menanggani masalah agraria dan massa tani, harus berdasarkan riset. Bahkan jika pekerjaan praksis mereka gagal, maka mereka harus bekerja secara ilmiah. Terutama dalam membangkitkan, memobilisassi, serta mengorganisasi massa.
Selain itu, tugas penelitian yang lain yakni: meneliti kepala desa yang menghalangi UUPA, menelanjangi tuan tanah, dan memperkuat front persatuan tani revolusioner. Kaum tani pun harus dibangkitkan untuk melaksanakan aksi me-retool (mencopot) kepala desa yang menghambat atau membantu tuan tanah dalam pelaksanaan UUPA.
Walau telah melakukan persiapan yang dianggap cukup, ternyata keputusan untuk melakukan aksi sepihak sangat tergesa-gesa. Banyak hal yang terlupakan PKI. Misalnya, ketika pelaksanaan landreform, keuangan negara yang tak memungkinkan diadakan ganti rugi. Tak jarang, tanah yang telah dibeli negara tak dibayar langsung. Ini memberikan kesan bahwa pemerintah hanya menyita tanah.
Masalah lain, para tuan tanah pun melakukan banyak cara menyelamatkan tanahnya. Misalnya memindahkan hak pemilikan tanah pada orang lain. Laiknya dihibahkan, waris, dibagi karena perceraian, dan mewakafkan pada lembaga keagamaan tertentu.
Menurut Aminuddin Kasdi, penyebab kegagalan PKI, pertama, pelaksanaan UUPA sendiri masih bersifat kompromi. Hingga UUPA sendiri belum memenuhi tuntutan PKI untuk melenyapkan tuan tanah. Kedua, PKI belum memiliki daerah yang benar-benar telah dikuasai secara sosial, ekonomi, politik, dan militer. Ketiga, dalam melakukan aksi sepihak, PKI tak berhasil memperoleh dukungan massa petani miskin seluruhnya. Karena mereka tetap terpecah dalam tiga kelompok besar Nasakom. Sewaktu mengadakan aksi sepihak pun, PKI mendapat perlawanan keras dari warga NU dan PNI. (hal. 154)
***
Buku yang merupakan hasil tesis Fak. Pascasarjana UGM tahun 1990 ini, sesungguhnya layak untuk disimak. Pertama, ia menyajikan inventarisasi berbagai aksi sepihak di Jawa Timur. Kedua, Aminuddin Kasdi dengan jeli menggungkapkan berbagai kondisi struktural dan penyebab meletusnya aksi sepihak. Ketiga, kelengkapan analisis yang ditunjang dengan beragam data pendukung. Namun sayang, ada yang agak menggangu. Dengan ketebalan buku yang cukup berlebih, seharusnya dimbangi dengan penggunaan bahasa yang nyaman, mengelitik, serta akrobatik. Namun itu tak terjadi. Hingga, kita pun dibuat agak lelah dalam membacanya.[]
Ajar Aedi Mahasiwa Fak. Filsafat UGM

Tuesday, November 14, 2006

Kontes Pilkades dan Mimpi Pilpres Jujur

Kontes Pilkades dan Mimpi Pilpres Jujur
Oleh: Ajar Aedi
PEMILIHAN presiden (pilpres) Indonesia secara langsung baru akan dilaksanakan Juli 2004. Namun, geliat, magnet, dan ingar-bingar tontonan itu sudah tercecap. Sebenarnya, kita pun acap kali melakukan proses demokrasi langsung itu. Salah satunya prosesi pemilihan kepala desa (pilkades). Adakah prosesi pilkades yang bisa dijadikan proyeksi, seperti apa pilpres kita nanti?
Nurcholish Madjid kecil, tentu tak bercita-cita jadi presiden. Tetapi, kini, dia tengah meniti jalan berebut kursi tertinggi negeri ini. Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish Madjid, adalah satu dari 31 orang yang masuk dalam bursa calon presiden.
Jumlah calon presiden ini adalah angka yang menakjubkan. Dan, tak mungkin terjadi di masa pilpres era Orde Lama atau Orde Baru. Kondisi ini juga mengherankan. Di tengah negara berbekap beragam masalah, presiden jadi jabatan paling dinanti serta diminati.
Namun, belum apa-apa, orang pun mulai berkenalan dengan istilah baru dalam ranah pilpres: "suntikan gizi". Sebuah fragmen politik yang membuat Nurcholish Madjid mengurungkan niat berebut kursi presiden lewat jalur konvensi yang digagas Partai Golkar. Sepertinya, "politik gizi" ini sudah jadi pertanda awal, parahnya dekadensi moral juga etika politik.
Tak heran, puluhan analisa politik pun bermuara pada satu titik: Pilpres 2004 akan penuh dengan politik uang. Parahnya, praktik ini akan leluasa menyelusup di antara celah-celah hukum. Politik uang itu bermain dalam ranah praksis, dengan membagi uang pada warga, atau bermain dalam tingkatan lebih tinggi, penguasaan media masa.
Tak cuma itu, tebaran janji bagi para pendukung pencalonan jelas akan menguatkan praktik ini. Entah itu pemuka agama atau pentolan preman yang memberi dukungan, jelas akan erat dengan politik uang ini. Ternyata, kondisi ini juga terekam dalam sebuah pilkades di daerah Ajibarang, Purwokerto, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Sebulan sebelum menjelang pilkades, pesta pun sudah dimulai. Tiap calon mulai melakukan open house. Menyuguhi warga dengan beragam keriangan. Dari rebusan pisang, jajan pasar, kue kering dan kue kaleng, minuman yang selalu hangat, rokok, juga tak ketinggalan: hiburan. Dari karaoke hingga pemutaran film lewat VCD. Dan, jikalau menang, keriangan open house bisa berlanjut selama sebulan.
Pernak-pernik kecil ini yang mengharuskan calon kades memiliki banyak modal. Pertama, harta kekayaan yang cukup atau istilahnya, bandha. Dana ini juga akan digunakan untuk "serangan fajar" dan upacara kemenangan. Parahnya, kebanyakan calon memberanikan diri berutang uang guna modal pilkades.
Kedua, bandhu atau keluarga. Intinya, calon harus mempunyai garis trah (keturunan) kades. Semisal, bapaknya, kakeknya, atau buyutnya pernah jadi kades. Selain itu, jalinan keluarga besar pulalah yang dijadikan sumber utama suara dan tentu saja, alat propaganda resmi.
Dan, ketiga, bandhit atau penjahat. Golongan inilah yang diperlukan menggarap hal nonteknis. Dahulu kala, bandhit berperan mengamankan juga melindungi warga desa dari serangan perampok. Uniknya, mereka hidup dari hasil merampok di desa lain. Namun, dewasa ini fungsi mereka berubah. Merekalah "aparat" utama seorang calon memaksimalkan suara. Dari penggalangan massa, intimidasi warga, hingga serangan fajar.
Untuk menggaet massa, calon kades pun melakukan beragam cara. Dari pengajian ke tiap penjuru dusun dan kampung-di mana di dalamnya diselipi janji-janji politis, dan terpenting, tebaran beragam bantuan. Pada praktik ini, mimpi kekuasaan mengharuskan calon kades dengan tangkas memainkan "janji-janji".
Janji jadi piranti ampuh menjerat hati dan legitimasi masyarakat. Sebab, janji politik itu mengubah diri jadi jerat ideologis yang tak tertahankan. Imbasnya, kondisi itu akan membentuk relasi struktur yang akan bertransformasi jadi struktur kesadaran dan struktur tingkah laku. Tak heran, janji menjadikan dirinya sebagai kondisi yang melahirkan kepercayaan, bahkan sentimen populer yang akan selalu hidup di masyarakat.
Janji yang berbingkai ideologi akan berlaku sebagai produk material. Meminjam Althusser, ideologi adalah sesuatu yang merepresentasi walau ideologi hadir baik dalam praksis kehidupan juga secara imajiner. Nah, kehidupan imajiner ini yang menghasilkan keyakinan, jabatan kades bukanlah jabatan sembarangan.
Merujuk mitologi Jawa, kades atau lurah identik dengan seorang tokoh. Lurah Semar, sang pengayom. Tokoh linuwih yang dianggap mampu melindungi, menyelesaikan masalah, dan membimbing ke arah kemakmuran. Keyakinan ini yang menyeret, bahwa jabatan kades memerlukan pengaruh dunia lain: kekuatan supranatural.
Maka, sukses menduduki kursi kades, dihitung dari sukses calon merenggut pulung (wahyu atau restu). Diyakini, wujud pulung berbentuk cahaya putih sebesar bola tenis yang melayang dari langit lalu moksa ke rumah calon yang dikehendaki. Waktu kedatangannya di pagi buta.
Pulung berperan memberi basis legitimasi kultural dan religius seseorang sebagai pemimpin. Uniknya, sampai sekarang, di era gegap- gempitanya serbuan teknologi dan retaknya basis ritual masyarakat desa, tak terjadi pergeseran yang signifikan atas peran pulung.
Bila dihubungkan dengan jabatan presiden, hal yang sama juga terjadi. Sebagian warga di Indonesia masih terbuai dan yakin. Yang akan menyelamatkan Indonesia adalah Ratu Adil. Walau mereka tak tahu Ratu Adil itu seperti apa. Kondisi ini-dengan meminjam Saussure, menjadikan mitos dengan cerdik menampilkan sebuah struktur "tertulis" yang muncul ke permukaan.
Menurut dia, jenis logika pikiran primitif sama ketatnya dengan ilmu modern, perbedaannya tak berada pada proses intelektual, tetapi lebih pada hakikat benda-benda tempat pikiran itu diterapkan. Mitos itu pun berubah jadi pesan dan menguat seiring dengan bergulirnya proses transfer tiap generasi.
Pada simpul ini, peran perantara antara dunia manusia dan gaib berjalan. Demi menggaet pulung, calon kades minta bantuan "orang pintar", berziarah ke makam-makam Wali, hingga larangan tidur sehari semalam menjelang hari pemilihan.
Namun, ada satu golongan penting lain yang ikut menentukan putih hitamnya pilkades. Yakni para pejudi. Di tiap pilkades, dipastikan ada tiga macam tipe pejudi. Pertama, bandar judi yang jadi sponsor seorang calon. Mereka tak segan-segan mengucurkan jutaan rupiah membantu keuangan calon kades. Dari kampanye hingga dana serangan fajar.
Tipe kedua, bandar judi biasa. Hebatnya, pejudi tipe ini berani pula melakukan serangan fajar agar jagonya menang. Kadang, bandar jenis ini berani pula melakukan "serangan fajar". Yang terakhir adalah pejudi hiburan.
Peristiwa pilkades, bisa jadi cermin yang erat dengan realitas kebanyakan. Di situlah tergambar resistensi, kritik, bahkan kelucuan. Namun, unsur-unsur yang melingkupi prosesi pilkades bukanlah hal yang alami. Sebab, semuanya merupakan konstruksi dari suatu wacana kebudayaan yang berada dibelakangnya.
Akankah ingar-bingar pilkades ini juga akan kita temui dalam pentas pilpres kita Juli 2004 nanti?
Ajar Aedi Alumnus Fakultas Filsafat UGM, Kontributor Latitudes Magazine
(Kompas, Minggu, 07 September 2003 )

Friday, November 10, 2006

Socialites

Menjadi bagian komunitas socialites (golongan superkaya dan elite) mungkin jadi mimpi sebagian orang. Di kota-kota besar dunia, termasuk Jakarta atau Surabaya, komunitas ini terbentuk dan eksis. Komunitas terbatas yang bisa sambil minum anggur merek paling ampuh, membincangkan mobil Ferarri teranyar yang seharga Rp 5 miliar per unit, atau menelisik arloji merek Vacheron Constantin senilai Rp 1,7 miliar.

Komunitas kecil dengan anggota yang bergelimpang uang ini, akan sering bertatap atau bertukar kabar di acara peluncuran produk terbaru barang mewah nan terbatas. Untuk masuk ke acara-acara itu pun, butuh undangan khusus!

Tak percaya bagaimana socialites berkibar di kota-kota besar di Indonesia? Morgan Stanley, perusahaan investasi bertaraf internasional, tahun lalu merilis data spektaluler. Saat ini, sekira ada 3.328 keluarga di Indonesia membekap aset USD 5-20 juta, dan 167 keluarga menyimpan aset USD 20-100 juta. Dari jumlah ini, 80 persen berdomisili di Jakarta dan 10 persen tinggal di Surabaya.

Ambil contoh Surabaya. Di ibu kota Jawa Timur ini, ada 420 keluarga kaya dengan aset USD 5-20 juta dan 21 keluarga lainnya beraset USD 20-100 juta. Di Bandung, sedikitnya ada 167 keluarga memiliki USD 5-20 juta dan 8 keluarga lainnya mengenggam USD 20-100 juta.

Keluarga-keluarga kaya yang tinggal di kota besar, punya kebiasaan gaya hidup yang mungkin unik. Jangan heran, warga kota kelas khusus ini tidak akan pernah menilai sebuah produk dengan nilai uang. Karena itu, citra jadi faktor utama.

Perlu dicatat, kota punya sifat kosmopolitan bak teater, di mana di dalamnya ada struktur sosial yang menyemburkan beragam gaya hidup, dorongan membentuk kepribadian sosial, serta mengadakan perubahan. Atau dalam bahasa Max Weber, kota merupakan sarana perubahan sosial. Kota berkembang karena aktivitas komuniti kotanya. Interaksi warga bisa membuat kota berkembang membesar atau menyusut bahkan mati.

Golongan kaum kaya ini punya cara sendiri berkomunikasi dengan "kerabatnya". Dari jamuan makan malam spesial dengan tata cara khusus, atau saat membincangkan karya seni, maka pelukis idola dan jajaran koleksi jadi menu utama. Kecil tapi penting, bagaimana mereka mengekspresi adi busana. Misalnya, seorang socialites acap plesiran untuk sekadar melihat karya terbaru desainer kondang, dan untuk kaum hawa dalam percakapan makan tak boleh merapikan tali bra atau dalam berpakaian terlihat garis celana dalamnya.

Lantas, siapa saja yang mau ikut atau mencoba "menjerumuskan diri" dalam kelas socialites yang menikmati belaian gaya hidup perkotaan ini? Mereka inilah dijuluki "generation of dream concumers". Sebagian besar dari masyarakat pendidikan dan keluarga mapan, berusia antara 15-45 tahun. Generasi konsumtif inilah jadi patokan bagi bisnis gaya hidup perkotaan.

Tak cuma masalah gaya hidup dan pilihan produk, golongan keluarga kaya ini punya pelayanan perbankan yahud. Dahulu, mereka lebih suka memarkir dananya di luar negeri. Namun kini banyak bank lokal meluncurkan layanan private banking buat warga kota kaya ini, yang biasanya masuk dalam program wealth management sebuah bank. Selain ekslusivitas, stabilitas jadi kata kunci lain. Sebab, para nasabah ini tak ingin kekayaannya tersebar dan diketahui.

Tak mau ketinggalan, untuk golongan kaya ini, media adalah denyut hidupnya. Mereka yang berindustri, beriptek maju, menganut ekonomi pasar bebas, mengenal budaya media. Dalam catatan budayawan alm. Umar Kayam (1997), budaya media adalah di mana masyarakatnya memanfaatkan media (informasi) nyaris semaksimal-maksimalnya, hingga hidup sehari-hari nyaris lumpuh bila sang media modern itu dicabut.

Medialah yang telah mencitrakan segala kebutuhan mereka. Bahkan, majalah khusus kaum socialites yang tengah tenar Majalah a+ dan Indonesia Tatler, jika belum mengunyah atau fotonya terlihat di terbitan ini, kurang lengkap status itu. Majalah Indonesia Tatler sekarang mengaku bertiras 28 ribu eksamplar yang terdistribusikan di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Bali, dan Medan.

Menariknya, generasi kaya yang sebagian besar konsumtif ini, banyak juga yang berbuat baik. Sebagian, mereka yang berusia di atas 45 tahun memiliki sifat kedermawanan (filantropi) yang tinggi. Biasanya, mereka menyisihkan uang untuk kegiatan sosial, baik pemberian beasiswa, pengembangan UMKM, punya ratusan anak asuh, atau membentuk yayasan social sendiri.

Menjadi bagian socialites yang hebat, tentu harus punya citra baik. Dan citra bukan hanya dibentuk sekejap, tapi, mirip sebuah merek, citra baik adalah selalu menjaga reputasi dan mengembangkan potensi diri.


*) Ajar Aedi, praktisi kampanye dan media, menyelesaikan studi filsafat di UGM dan magister sains perkotaan di UI.
(opini Jawa Pos, Minggu 18 Juni 2006)

Sunday, March 19, 2006

Nandang Wuyung

Nandang Wuyung
Cakap indah yang terekam dalam tabung waktu
Lahir menjadi untaian bait-bait makna berisi hasrat dan rupa cinta
Ungkapan yang lahir tanpa reka atau prasangka,
memang sesekali, disisipi percikan amarah
atau larik manis pemuas rindu

kami ingin berbagi dan menebar setiap pahatan kasih ini
bahwa cinta menghadirkan begitu banyak keajaiban hidup
dan ketulusan. cinta menjadikan detik hari berarti serta bermakna

silahkan menjelajah atau bahkan tenggelam dalam larik kata ini
dan jadilah saksi pertautan dua hati

Tabik Telungkup Sepuluh Jari
Ajar A Edi-Astri Wahyuni


1. Menyeru Namamu
Setiap detik kuseru namamu
Saat rindu mengetuk kalbu
Wangi tubuhmu selalu kuburu
Wajah cahayamu menari manja dipelupuk mata
memastikan hati untuk membuatmu bahagia
menyingkap awan malam, memanah bulan
Selarik cahaya bintang menusuk dedaunan
Alangkah indahnya dunia, saat kau rebahkan kepala di dada
Seluruh cintaku untukmu saja

2. Sepenerbitan Matahari
dan aku akan menantimenyerahkan lapisan rindukulima sepenerbitan matahari lagi
menanti bersama detik waktuyang tak kuasa kubekukan sendirimenanti bersama bulan dan bintangyang bersama merindu hangatmumenanti seolah waktu berjalan perlahan
lima sepenerbitan mataharidan kau akan rasakan hangatnyasecara sederhana

3. Cinta Gemas
Merah subuh merekah bahagia
gelap dibelakang, bahagia mengundang
Pelan melangkah, pencuri berulah
Mengambil satu dariku
Ragu menggangu, rindu menunggu
Bumi pasrah menanti gemas
Biarkan aku mencintamu sebisaku
Tak ada daya memperindah kata
Yang terindah saat hati tulus berucap sebenarnya cinta
Kasih pelan dicumbu angin, keras hasrat mengetuk hatimu
Cinta abadi semesta bersama kita, yakini itu!

4. Kekasih Bumi Langit
Pekat Malam kentalkan rindu
Pijar bintang kabarkan cerah pagi
Belaian angin pelan menusuk jantung
Meratap sepi dilangit, sunyi di bumi
Alam memompa hasrat tak tertahankan
Berharap tawa dewa-dewi bukakan pintu hati
Menanti kapan ku sampai padamu
Berdua menjelajah alam raya
Mencecap candu nirwana

5. Mata Hati Mencinta
Berkokok ayam di pinggir jendela
Menyambut surya sapa dunia
Rupa dunia wartakan cinta
Siapa sangka datang menyapa
Menjelma dalam raga, pelan getarkan sukma
Hati bimbang menimbang,mata hati jawaban pasti
Mawar mekar dipuncak nirwana, menebar wangi pada semesta
Tak banyak janji, hanya cinta sederhana untukmu jua

6. Keajaiban Cinta
Bulan bintang bingung juga cemburu
Pada percintaan ajaib kita
Mendayung asa, meretas mimpi
Seribu waktu terbentang berjuta rindu
Rinduku adalah madu cintaku
Padamu jua semua hasrat nikmat dunia dan surga bermuara
Gejolak hati bertutur, perkenankan ku nyalakan kasih, riang dilubuk hatimu
Mangsa diriku dalam selimut bahagia cintamu
Kita tak akan menyerah mencumbu cinta utama
cinta yang tak berakhir sepanjang masa

7. Lutut Rapuh
gemericik air hujan luruh
Pekat awan berganti terang
Sembilan bintang mengerjap manja diawal malam
Merona riang
Mewartakan keriangan dan kebahagiaan kita ke penjuru alam
Menggaris takdir, memaknai hidup, menggenggam bahagia
cinta sejatiku, dg bertumpu dua lutut rapuhku
kupersembahkan nikmat dunia dan nirwana padamu

8. Tik Tok
Tik tok tik tok
Jarum penunjuk waktu gelisah berputar
Kupandangi lekat-lekat, dentamnya buyarkan lamun
tik tok tik tok
Gusar menanti,sesekali terpejam sepi
Renonku melaju membawa sang pangeran impian
Menembus jakarta, bersama pijar lampu merah kuning beroda empat
Tik tok tik tok
Menanti dengan rindu dan sayup lantun irama
Demi senyum indah penuh sukacita

9. Bercinta di Sudut Awan
Hujan riang bergilir kabar
Membasuh kering sekali kejapan
Pada irama deriknya kuselipkan pesan cinta
Sebuah desah rindu dari ujung dunia
Pangeranku mari bercinta di sudut awan
Karena perut bumi kini sibuk bernyanyi bersama air hujan

10. Merindu Senyum
kunang-kunang kota mulai menggelinjang
bersolek merekah pancarkan keindahan
butir air melompat dari langit
wangi harum tanah meruap
ah tak sabar mencecap wanginya bersamamu
semerbak senja menebar pesona
semburat matahari hiasi langit
berarak burung lenyap ke peraduan
hati meratap kala marah menyergap
tangkap amarah dengan hati lemah
tak ada sengaja tak berkirim kabar
rima angin hembuskan kabar
kiranya berkenan terima maafku
maafmu hadirkan senyummu
senyum yang membuatku merindu hingga tutup waktu

11. Kecup Cinta
Angin bawakan kabar untuk pangeranku
Katakan pada hatinya yang indah
Aku merindu tatapan teduhnya
Dan aku menamba peluk hangatnya
Dan kusisipkan padamu wahai angin
Satu kecupan penuh cinta

12. Pijar Bintang
Matamu pantulkan sinar malam
Ada pijar bintang yang memberikan keteduhan
Hati terpanggil hasrat mendekat
Berdegup perlahan nadi terdalam
Bibir membisu tak berdaya
Memandang keajaiban dirimu begitu sempurna
Menjadikan sebuah detik pahatan cinta abadi
Setiap suaramu adalah dendang bahagiaku
Memicu degup hati meruntuhkan langit
Menyelinap lembut meninggalkan jejak rindu
Ah kekasih hati
Melayang sudah raga ini

13. Abdi Cinta
Banyak cinta mengalir indah
Saat diri terbang bersama
Setiap langkah menjadi pijakan
Dan genggam tangan tanda saling menguatkan
Setiap cahaya surga terpancar hangat dari sudut mata
Dan senyum adalah sunggingan bibir yang sempurna
Tak pernah lelah waktu berdetak
Menyertai setiap asa yang bergerak
Pada masa depan diri berharap
Menjadi abdi cinta untukmu saja

14. Lelap Malam
Pangeranku,malam begitu pekat dan gelap
Remang cahaya bulan tak sanggup tembus daun-daun panjang
Tunjuk saja satu bintang terang
Agar aku dapat melihat senyum indahmu
Sebelum mimpi malamku
Tunjuk bintang yang kau suka
Yang sinarnya menyilaukan dan gemerlapnya indah
Dan aku tahu
Malam ini kau tidur sempurna
Akan aku curi bulan
Dari gelombang awan yang berpelukan dalam pekat malam
Kan ku genggam pulang
Dan membiarkan bulan sesekali terbang melayang
Temani dari dekat
Dirimu yang tertidur lelap

15. Atas Nama Cinta
Dan atas nama cinta
Aku akan menemani duka
dan menghapus tiap bulir airmata kesedihanmu
Atas nama cinta
Akan aku nikmati tiap detik penuh peristiwa indah
Atas nama cinta
simpuhku berbakti dan menciptakan keriangan tanpa henti
Dan atas nama cinta
kan kuukir senyum indah saat mata terpejam
Penanda tutup usia kita

16. Kecupan Hangat
Langit masih seperti temaram senja
Matahari membuka mata malu-malu
Sinarnya masih bersembunyi di balik awan
Embun pagi menetes pelan
Membuat daun mungil bergerak riang
Nanti akan kuajak kau serta
Menikmati bersama keindahan awal hari setiap detik
Dan sebuah kecupan hangat di pelupuk mata
Untuk membangunkan lelap indahmu


17. Taklukan Bumi
Mari berlari bersamaku
Menjadi penerang dalam setiap lorong gelap
Atau terbang bersamaku
Menantang sang petir dan gelegar mautnya
Atau kau ingin melesat bersama?
Melawan angin dan badai hitam
Akan kupastikan jari indahmu tak kan lepas
memastikan kau selalu ada
Dan mari kita taklukan bumi bersama

Jika lelah berlari
Mari menari berputar diantara ilalang hijau dan angin padang rumput
Jika resah pada terbang
Mari berbaring sekejap di tumpukan awan
Jika jenuh melesat
Mari melompat riang,bersama kicau burung berirama manis
Jangan ragu mengehentikan bumi pangeranku
Karena aku akan menikmati heningnya bersamamu

18. Hangat Mentari
Menanti saat dimana hangat mentari pagi
Yang menembus kawat jendela hanya milik kita berdua
Saat dimana mata terbuka
dan wajahmu yang pertama menyapa
memeluk dan menghangatkan jiwa
memancing senyum
memberikan kedamaian abadi
melewati waktu hingga masa kita berhenti

19. Menanti Pulang
Merindu setiap rasa bahagia berada di dekatmu
Merindu bekap hangat
yang mampu meniup jiwa melayang tinggi
Merindu pada tawa lepas yang memberi teduh
Hanya sepi tertinggal
Bersama sang waktu
Menantimu kembali pulang
Dengan sekeranjang senyum
Yang menjadi pelipur rindu

20. Terguyur Cinta
Saya jatuh cinta
Pada genggaman tanganmu yang penuh kasih
Pada tatapan yang menanda rindu
Pada pelukan penghangat jiwa
Pada kecupan penuh hasrat
Pada wajah lelah yang ingin kuusap
Pada gurat gembira saat kau tertawa
Pada keringat harum tubuhmu yang basah
Pada semangat yang terpancar
Saya jatuh cinta

Ssst,aku tenggelam dalam lautan cinta
Basah kuyup oleh hasrat yang melekat
Bahkan ketika ombak menghempasku ke batu karang
Rasanya tetap melayang sempurna
Hati berdegup darah menderu
Tertebus sudah kerinduan jiwa
Ssst..ssst...ssst
Bisakah kau dengar bisikan pasir pantai?
Sssst...

21. Tak Ingin Bangun Lagi
Rasanya seperti mimpi
Bertemu pasangan rusuk sejati
Begitu damai dan resah pun hilang
Rasanya seperti mimpi
Memiliki jiwa berpancar cahaya surga
Dan kerlip bintang di dalamnya
Menyempurnakan setiap malam
Dan menemani dengan setia sang bulan
Dan rasanya selalu seperti mimpi
Terbenam dalam rindu
Bermandi cinta selalu
Rasanya seperti mimpi
Dan aku tak ingin bangun lagi