Monday, April 07, 2008

Tujuh ratus dua puluh kejutan!


08 April 2006, dipayungi tatapan ratusan pasang mata, ikrar suci saya tabalkan. ”Saya, terima nikahnya Astri Wahyuni binti H. Subagio dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang senilai Rp842006 dibayar tunai.” Sejurus kemudian, riuh rendah rasa syukur serta doa pun membuncah.

Dua tahun sudah, kami melewati banyak peristiwa. Gembira banyak sekali. Berdua hidup di rumah kontrakan yang hanya satu kamar tidur tetap membuat kami senang. Cekakak cekikik bersama. Kalau untuk urusan ngambek, sampai sekarang, dalam hitungan lima jari pun belum habis.

Tentu, poeristiwa paling dalam di dua tahun pernikahan ini, ketika putri pertama kami Anantya Laksmi binti Ajar A. Edi, mendahului kami bertemu Allah SWT pada 4 Mei 2007, pukul 21.00 Wib. Jujur, saat itu, saya seperti manusia yang tak berdaya apa pun, sadar bagaimana kekurangan dan lemahnya manusia. Disisi lain melihat Astri terbaring seusai perjuangan dalam batas tipis antara hidup dan mati, di sisi lain melihat wajah-wajah sedih, di sisi lain melihat wajah Adek Laksmi yang cantik yang tampak tertidur pulas, semua campur aduk.
Saya hanya bisa menangis dan menangis. Ratusan SMS menghujani handphone saya, karena lemasnya, saya tak mampu membalas untuk mengucapkan terimakasih atas doa dan belasungkawanya (terimakasih dan mohon maaf,bila saat itu saya tak mampu membalas sms Anda sekalian).

Iklas, semua orang membisikkan kalimat itu. Iklas. Akhirnya saya tahu, betapa beratnya mewujudkan kalimat itu dan menjalanninya. Menurut hadist, Adek Laksmi tidak mau masuk surga jika tidak bersama orang tuanya. Banyak cerdik pandai yang bertutur, betapa banyak orang tua merindukan hal itu, adanya jaminan surga dari Allah. Jika teringat hal ini, saya hanya bisa bergumam lirih, betapa mulianya Adek Laksmi yang berkorban demi kebahagiaan orang tuanya.


Hingga sekarang, hati saya masih sedih sekali atas kepergiannya, berulang kali saya menangis saat rasa rindu atas dirinya datang menyergap: Adek, tunggu kami di pintu surga ya. Pakne bangga dengan Adek Laksmi.

Kini, Mbak Laksmi mau punya Adek Bai. Sekarang, dia udah lima bulan tinggal di dalam kandungan bune, tiap sore selama mendengarkan musik klasik atau diajak ngaji dengan bune, adek bainya bergerak-gerak lho. Adek Laksmi, minta sama Allah ya, agar Adek Bai sehat, pas melahirkan nanti, Bune dan adek bai selamat. Kini, Pakne tiap bulan menemani bune untuk periksa di dr Ahmad di RS Gandaria. Pakne dan bune banyak belajar lagi tentang kehamilan, riset dari internet, termasuk bertanya ke pasangan yang juga sedang memanti kelahiran putra-putrinya.

Kalau pas, lagi asyik, Pakne dan bune juga ngobrol ngalor-ngidul dengan pasangan-pasangan lainya. Namun, kadang banyak orang yang tak percaya, klau cinta pakne dan bune berawal dari Melawai, Blok M, lho.
Semua bermula dari perbincangan di sebuah warung lesehan di Melawai, Blok M, sambil makan nasi gudeg dengan lauk ikan pindang. Untuk peristiwa ini, kami sangat berhutang kepada Gus Mahbub, pewaris Pondok Pesantren WatuBukit di Gunung Kidul.

Saat masa pacaran, Taman Monas dan Taman Suropati adalah tempat paling favorit kami untuk beradu gagasan, menelurkan mimpi, juga berbincang tentang peradaban. Bersama Pangeran Renon, kami berdua berkeliling Kota Jakarta sambil bercengkrama dengan angin malam dan bulan.

Selama perjalanan dua tahun ini, acap kali, Astri selalu bertanya, "Apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?" Berulang kali pula, saya selalu menjawab: saya yakin, kamu adalah pasangan hidupku. "Gombal," pekiknya sambil memukul-mukul badan saya dengan mesra. "Gombal..Gombal," ucapnya dengan muka merah merona bahagia.

Jujur itu bukan gombal. Sebab, secara rasional, saya tak mampu memberikan penjelasan lain lagi. Saya yakin, cinta dilingkupi semacam misteri (entah kapan terbongkar secara ilmiah), dalam pandangan filsafat dan agama bisa saja disebut peristiwa rohani.

Para teolog, biasanya menjelaskan, bahwa cinta itu terjadi karena dikehendaki oleh sesuatu subyek secara bertanggung jawab. Seandainya tidak, cinta hanya akan berupa dorongan naluriah yang akhirnya tak lebih dari mekanisme sebuah mesin biologis semata. Beragam peristiwa rohani (termasuk beragam "kemudahan" dari masa pacaran hingga menikah) yang menjadikan saya yakin, bersama Astri, saya akan mengarungi hidup sebagai manusia, suami, dan ayah yang harus bertanggung jawab dan sadar atas kepercayaan hidup yang diberikan Allah SWT.

Mengutip Robert C Solomon (The Virtue of Love dalam Midwest Studies in Philosophy vol XIII, 1988) cinta menjadi "romantik" karena adanya unsur-unsur pergulatan, konflik, ketegangan untuk saling mengalah atau mengalahkan; juga unsur keasingan dari "yang lain" yang tiba-tiba bisa memberi revelasi, kejutan, "suspense" atau "surprise" yang membahagiakan.
Ini mengapa, saya berjanji kepada Astri, akan memberinya banyak kejutan. Semoga, selama dua tahun pernikahan ini, sedikitnya 720 kejutan saya hadirkan untuknya! Bune, Pakne sangat bahagia hidup bersamamu..
Siapkan dirimu untuk berjuta kejutan lainnya!